Dokumentasi
TOPLESS - Rokok adalah salah satu pemicu kanker paru selain polusi udara, menghirup gas-gas kimia beracun dan faktor genetik (keturunan).
Begitu berita itu tayang, Tribunnews langsung mendapat SMS dan email bernada protes dari berbagai pihak yang meminta pemberitaan itu segera diluruskan.
Antara lain dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan pihak Rumah Sakit Persahabatan Jakarta.
Apalagi pemberitaan yang mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komunitas Kretek Alfa Gumilang itu terkesan 'memanfaatkan' momentum wafatnya Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedianingsih.
Menurut Komunitas Kretek, semasa hidup, almarhumah Menkes Endang tidak pernah bersentuhan dengan rokok, apalagi menjadi perokok berat. Nyatanya, Menkes Endang wafat karena kanker paru. Fakta itu lantas 'dimanfaatkan' oleh pihak Komunitas Kretek untuk menarik kesimpulan bahwa rokok bukan penyebab kanker paru.
"Sebenarnya, di masyarakat sudah banyak ditemukan kasus orang kena kanker, padahal bukan perokok. Atau, orang panjang umur dan sehat-sehat saja, padahal perokok berat. Tapi, selama ini masyarakat menutup mata. Sampai akhirnya seorang figur publik yang kena, dan semua ternganga," ujar Alfa Gumilang dalam pemberitaan Tribunnews 4 Mei lalu.
Namun pihak PDPI langsung membantah keras dengan menyebut klaim itu sebagai hal yang amat sesat! Bagi PDPI, itu kesimpulan ngawur banget! "Yang benar adalah, rokok salah satu penyebab kanker paru," kata Ketua Umum PDPI Dr Arifin Nawas Sp.P (K), MARS, kepada Tribunnews Selasa (15/5).
Dengan kata lain, rokok bukan satu-satunya penyebab. Kalau Menkes Endang yang bukan perokok wafat karena kanker paru, bisa jadi karena almarhumah terpicu oleh penyebab selain rokok.
Seseorang yang tidak merokok potensial terkena kanker paru-paru akibat terpapar radiasi atau menghirup zat-zat berbahaya tertentu seperti asbestos, radon, arsen, kromat, nikel klorometil eter dan gas mustard.
Partikel-partikel pada zat berbahaya itu akan melukai paru-paru. Dalam jangka sepuluh hingga 20 tahun, luka itu akan berubah menjadi kanker yang mematikan.
Polusi udara dari kendaraan bermotor dan asap industri juga menambah risiko non perokok, apalagi yang sudah jadi perokok.
Asbes, bahan material bangunan yang bisa dipakai untuk atap, juga punya potensi pemicu. Serat mikroskopik yang terlepas dari asbes dan beterbangan di udara dan terhirup pernafasan bisa mengendap di paru-paru dan secara perlahan memicu kanker.
Bahkan ada juga pemicu dari unsur genetik (keturunan) baik untuk yang perokok maupun yang anti 'kebal-kebul.'
Non perokok yang saban hari berdekatan dengan perokok punya risiko 24 persen terkena kanker paru dibanding non perokok yang tinggal di lingkungan bebas asap tembakau.
Menurut Melissa Conrad Stopler, MD, di situs medicinet.com, di Amerika sepanjang tahun muncul kasus 3.000 kematian akibat kanker paru di kalangan non perokok yang tinggal bersama perokok berat.
"Jadi, pemberitaan yang menyatakan rokok tidak menyebabkan kanker paru sangat menyesatkan masyarakat dan sudah seharusnya diluruskan, " tutur Arifin Nawas.
Arifin bertutur, berbagai penelitian secara epidemiologik juga membuktikan kalau sebagian besar penderita kanker paru adalah perokok.
"Marilah kita sadari, jauh lebih baik mencegah daripada mengobati sehingga tidak terus berjatuhan korban-korban baru akibat rokok," timpal Sekretaris Umum PDPI, Dr Bahtiar Husain Sp.P, MH.Kes.
sumber
Antara lain dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dan pihak Rumah Sakit Persahabatan Jakarta.
Apalagi pemberitaan yang mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komunitas Kretek Alfa Gumilang itu terkesan 'memanfaatkan' momentum wafatnya Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedianingsih.
Menurut Komunitas Kretek, semasa hidup, almarhumah Menkes Endang tidak pernah bersentuhan dengan rokok, apalagi menjadi perokok berat. Nyatanya, Menkes Endang wafat karena kanker paru. Fakta itu lantas 'dimanfaatkan' oleh pihak Komunitas Kretek untuk menarik kesimpulan bahwa rokok bukan penyebab kanker paru.
"Sebenarnya, di masyarakat sudah banyak ditemukan kasus orang kena kanker, padahal bukan perokok. Atau, orang panjang umur dan sehat-sehat saja, padahal perokok berat. Tapi, selama ini masyarakat menutup mata. Sampai akhirnya seorang figur publik yang kena, dan semua ternganga," ujar Alfa Gumilang dalam pemberitaan Tribunnews 4 Mei lalu.
Namun pihak PDPI langsung membantah keras dengan menyebut klaim itu sebagai hal yang amat sesat! Bagi PDPI, itu kesimpulan ngawur banget! "Yang benar adalah, rokok salah satu penyebab kanker paru," kata Ketua Umum PDPI Dr Arifin Nawas Sp.P (K), MARS, kepada Tribunnews Selasa (15/5).
Dengan kata lain, rokok bukan satu-satunya penyebab. Kalau Menkes Endang yang bukan perokok wafat karena kanker paru, bisa jadi karena almarhumah terpicu oleh penyebab selain rokok.
Seseorang yang tidak merokok potensial terkena kanker paru-paru akibat terpapar radiasi atau menghirup zat-zat berbahaya tertentu seperti asbestos, radon, arsen, kromat, nikel klorometil eter dan gas mustard.
Partikel-partikel pada zat berbahaya itu akan melukai paru-paru. Dalam jangka sepuluh hingga 20 tahun, luka itu akan berubah menjadi kanker yang mematikan.
Polusi udara dari kendaraan bermotor dan asap industri juga menambah risiko non perokok, apalagi yang sudah jadi perokok.
Asbes, bahan material bangunan yang bisa dipakai untuk atap, juga punya potensi pemicu. Serat mikroskopik yang terlepas dari asbes dan beterbangan di udara dan terhirup pernafasan bisa mengendap di paru-paru dan secara perlahan memicu kanker.
Bahkan ada juga pemicu dari unsur genetik (keturunan) baik untuk yang perokok maupun yang anti 'kebal-kebul.'
Non perokok yang saban hari berdekatan dengan perokok punya risiko 24 persen terkena kanker paru dibanding non perokok yang tinggal di lingkungan bebas asap tembakau.
Menurut Melissa Conrad Stopler, MD, di situs medicinet.com, di Amerika sepanjang tahun muncul kasus 3.000 kematian akibat kanker paru di kalangan non perokok yang tinggal bersama perokok berat.
"Jadi, pemberitaan yang menyatakan rokok tidak menyebabkan kanker paru sangat menyesatkan masyarakat dan sudah seharusnya diluruskan, " tutur Arifin Nawas.
Arifin bertutur, berbagai penelitian secara epidemiologik juga membuktikan kalau sebagian besar penderita kanker paru adalah perokok.
"Marilah kita sadari, jauh lebih baik mencegah daripada mengobati sehingga tidak terus berjatuhan korban-korban baru akibat rokok," timpal Sekretaris Umum PDPI, Dr Bahtiar Husain Sp.P, MH.Kes.
sumber